Senin, 01 Juni 2015

sosiologi pertanian

MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN
“ASPEK-ASPEK EKONOMI PERTANIAN”









OLEH:

MASHFUFATUL ZULAIKHA        (1410401031)



PROGRAM STUDI S1 AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2015






KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah sosiologi pertanian tepat pada waktunya. Penulisan laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pertanian pada tahun ajaran 2014/2015.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1.      Ir. Gembong Haryono, M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tidar.
2.      Ir. Rahayu Sarwitri, M.P., selaku Dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Pertanian Universitas Tidar.
3.      Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu, dalam penu-lisan makalah sosiologi pertanian.

Besar harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak dan masyarakat luas yang membaca pada umumnya.

                                                                                    
Magelang, Juni 2015


Penyusun


DAFTAR ISI


Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii

Bab I: PENDAHULUAN 1
A.    Latar Belakang 1
B.     Perumusan Masalah 2
C.     Tujuan 2

Bab II: PEMBAHASAN 3
A.    Ekotipe-ekotipe Paleoteknik 3
B.     Sistem Tanam Padi-padian Eurasia 5
C.     Ekotipe-ekotipe Neoteknik..............................................................................5
D.      Disposisi Surplus Petani ..................................................................................6
E.     Penyedian Barang dan Jasa Komplementer 6
F.      Tipe-tipe Domain 7


Bab III: PENUTUP 8
A.      Kesimpulan 8

        DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................9


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara agraris atau pertanian karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Dimana Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian, karena sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Terlebih lagi sistem ekonomi di perdesaan ternyata masih mengandalkan produksi pertanian sebagai sumber utama dengan sektor industri kecil sebagai penambahnya.
Ekonomi pertanian merupakan motor penggerak dan juga penentu keberhasilan dalam upaya pembangunan pertanian. Jika kita berbicara mengenai bagaimana ekonomi petani pedesaan ada tiga bagian persoalan yang akan dimunculkan yaitu pertama adalah sistem terpenting untuk memperoleh makanan dan keuntungan dari tanah petani yang mereka miliki, kedua bagaimana cara-cara petani untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka hasilkan sendiri, dan yang ketiga berkaitan dengan antara kaum tani dan mereka yang memperoleh nafkah hidup dari kegiatan-kegiatan petani itu sendiri.
Petani mempunyai strategi untuk mendapatkan barang dan jasa yang tidak mereka hasilkan sendiri. Dalam kehidupan rumah tangga petani ada banyak hal yang harus diperhatikan, yakni: kebutuhan akan kehidupannya, persoalan yang muncul dalam pergantian penerus generasi dan upacara serimonial. Kaum tani pun menyesuaikan diri dengan keadaan ekologis, untuk mendapatkan seperangkat pengalihan makanan dan alat-alat dalam menggunakan sumber energi organik di proses produksinya.Kedua perangkat tersebut secara bersamaan membentuk satu sistem pengalihan (transfer) energi dari lingkungan (ecotype) kepada manusia.


B.     Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ekotipe-ekotipe paleoteknik?
2. Bagaimana sistem tanam padi-padian Eurasia?
3. Apa yang dimaksud ekotipe-ekotipe neoteknik?
4. Bagaimana penyediaan barang dan jasa komplementer?
5. Apa yang dimaksud dengan disposisi surplus petani?
6. Apa saja tipe-tipe domain?

C.     Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang ekotipe-ekotipe paleoteknik.
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem tanam padi-padian eurasia.
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang ekotipe-ekotipe neoteknik.
4. Untuk mengetahui bagaimana penyediaan barang dan jasa komplement.
5. Untuk mengetahui tentang disposisi surplus petani.
6. Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe domain.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ekotipe-ekotipe Paleoteknik
Sistem ekonomi masyarakat di perdesaan tidak dapat dilepaskan dari kedudukannya sebagai petani yang melakukan kerjasama dengan alam. Dalam konteks ini kemudian dikenal istilah ekotipe. Ekotipe adalah sistem pengalihan energi dari lingkungan kepada manusia. Ekotipe pun dibagi menjadi dua, yaitu ekotipe paleoteknik dan ekotipe neoteknik.
Ekotipe paleoteknik merupakan ekotipe yang menggunakan tenaga manusia dan hewan. Dimana pencocok tanam (cultivator) dan bukan pencocok tanam hidup dari hasil tanaman yang sama. Jenis ekotipe ini merupakan pengolahan tanah yang terlahir langsung saat Revolusi Pertaniaan Pertama. Kriteria utama mengenai ekotipe-ekotipe petani paleoteknik itu sendiri adalah tingkat penggunaan sebidang tanah tertentu dalam perjalanan waktu tertentu.
Perbedaan pokok antara ekotipe-ekotipe itu dapat dinyatakan berdasarkan luas tanah yang digunakan. Dengan demikian bagaimana para petani dapat menggunakan tanah dengan sebaik-baiknya dan akan lebih baik apabila petani mampu menjadikan sebidang tanah dengan penghasilan yang baik dalam jangka waktu yang singkat pula.
Ada beberapa bentuk ekotipe paleoteknik yang utama antara lain :
1.    Sistem berladang (swidden system)
Adalah suatu sistem tanam dimana tanah yang  tandus dibiarkan saja dalam jangka waktu tertentu, kemudian bercocok tanamnya menggunakan tajak atau cangkul. Ladang berpindah atau swiddenagriculture adalah kegiatan manusia yang dilakukan selama beribu-ribu tahun. Beberapa masyarakat adat kita masih menggunakan teknologi ini sebagai bagian dalam memanfaatkan lahan yang ada di sekitar mereka untuk bertanam padi atau berkebun. Dalam sistem berladang membuka tanah dikaitkan dengan pembakaran hutan. Setelah ladang dipakai, dan tidak subur lagi, mereka akan meninggalkan daerah tersebut dan menuju ladang lain yang pernah dibuka sebelumnya.  Bagi mereka, membuka lahan yang sudah pernah dibuka sebelumnya jauh lebih mudah. Kayu hutan sekunder secara logika memang lebih lunak dari hutan primer. Ladang-ladang yang ditinggalkan dibiarkan terus hingga menjadi hutan sekunder dengan pohon tumbuh berdiameter sekitar 05-07 m (Dyson, 1995).
Hasil pembukaan ladang dengan cara membakar lokasi juga menimbulkan dinamika tersendiri pada pembentukan komunitas fauna tanah. Pada ladang yang sedang mengalami suksesi, jenis detritivor banyak ditemukan. Kondisi tersebut wajar mengingat lahan suksesi tinggi tingkat mortalitasnya akibat pergantian rezim tanaman yang ada (Sulistyaningtyas, 1995).
Ternyata, membuka peladangan dengan system swidenagriculture mampu membuat hutan mengalami regenerasi dengan baik bila dilakukan dengan benar. Hutan menjadi bervariasi, kaya akan jenis sesuai dengan teori intermediate level disturbance. Permasalahan yang timbul adalah bila yang melakukan tidak mengetahui kearifan lokal.Mereka tidak punya pengetahuan tentang tipe lahan yang cocok dan akibatnya asal membuka lahan. Sering kali timbul kebakaran besar bila lahan gambut  yang dibuka, atau kehancuran total bila lahan hutan kerangas yang dibuka. Hutan tidak bisa kembali ke kondisi stabil dan cenderung menjadi daerah alang-alang atau menjadi semi gurun, bahkan gurun.
2.    Sistem tanam sebagian (sectorial following system)
Adalah suatu sistem tanam dimana tanah yang akan ditanami dibagi dua bagian atau lebih, dan ditanami selama dua sampai tiga tahun lalu dibiarkan kosong selama tiga sampai empat tahun. Sistem tanah sebagian ini sering kali dijumpai di Afrika Barat dan pegunungan Meksiko.
3.    Sistem tanam bergilir dengan siklus singkat (shorterm following system)
Adalah suatu sistem tanam dimana tanah ditanami selama satu sampai dua tahun, lalu untuk menanam kembali harus dibiarkan kosong terlebih dahulu selama satu tahun.
4.    Sitem tanah permanen (permanent cultivation)
Adalah suatu sistem tanam yang berkaitan dengan teknik-teknik yang menjamin penyediaan air yang permanen bagi tanaman yang sedang tumbuh (sistem hidrolik). Sistem itu dinamakan sisitem hidrolik oleh karena ketergantunganya kepada pembangunan sarana-sarana pengairan.  Misalnya, pada mediterania dan transalpina.
5.    Penanaman permanen lahan-lahan pilihan (permanent cultivation of favored plots)
Adalah  penanaman  permanen lahan-lahan pilihan, dengan satu jalur tanah di daerah belakang yang dapat dimanfaatkan secara sporadis.
            Berdasarkan beberapa ekotipe-ekotipe paleoteknik diatas sebenarnya kita dapat mengambil kesimpulan beserta opini bahwa seharusnya para petani sudah mampu mengelola tanahnya dengan baik dan nantinya juga dapat memperoleh hasil yang maksimal pula, sehingga kebutuhan ekonomi mereka akan terpenuhi. Karena dengan adanya ekotipe-ekotipe diatas petani sudah bisa membedakan mana yang cocok dan tidak untuk mereka jadikan patokan untuk bertani.   

B.     Sistem Tanam Padi-padian Eurasia
Lingkungan alam di dunia dan faktor-faktor sosial ekonomi menentukan jenis perbedaan keragaman dalam sistem tanam. Selain mencerminkan pemanfaatan berbagai lahan pertanian yang berbeda sebagai sistem bera, sistem rekreasi, sistem pertanian berturut-turut, sistem pertanian intensif bertahan, tetapi juga sesuai dengan standar yang berbeda dibagi menjadi beberapa jenis.
Pengolahan tanah dalam sistem tanam padi-padian Eurasia berkaitan dengan produksi padi-padian dan hewan ternak, misalnya sapi, kerbau, dll. Hewan ternak dianggap sebagai leluhur yang sesungguhnya dari mesin-mesin modern. Hal ini karena hewan ternak mempunyai peranan yang sangat penting dan sangat menguntungkan bagi daerah-daerah yang memiliki sedikit tenaga kerja di sektor pertanian. Tenaga kerja hewan ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan, karena kemampuannya sebagai tenaga kerja penarik bajak tidak diragukan lagi. Selain itu, kotoran yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai pupuk kandang pengganti anorganik. Penggunaan hewan-hewan peliharaan yang besar seperti sapi jantan atau kuda dalam pertanian sangat memperbesar energi mekanis yang tersedia bagi mereka yang dapat memasang hewan-hewan itu pada bajak atau peralatan lainnya. Dalam hal ini sapi jantan dan kuda berfungsi sebagai mesin organik. Konsekuensinya adalah bahwa manusia dapat menundukkan daerah-daerah yang lebih luas dan tentunya juga harus dengan pertimbangan yang lebih matang, tentang bagaimana menjalankan proses tersebut dengan tepat guna.  Peranan binatang kecil seperti semut dan cacing juga tidak dapat diabaikan. Cacing misalnya, berperan dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi bahan organik. Tetapi,juga tak dapat dipungkiri bahwa ada kalanya binatang menjadi musuh petani seperti tikus  sawah  dan babi hutan yang kerapkali merusak tanaman.

C.    Ekotipe-ekotipe Neoteknik
            Ekotipe neoteknik merupakan ekotipe yang sangat bergantung pada energi yang berasal dari bahan bakar dan ketrampilan yang berasal dari pengetahuan. Jenis ekotipe ini merupakan Revoluis Pertanian Kedua yang lahir di Eropa, dan berlangsung sejalan dengan Revolusi Industri dalam abad ke-18.
Pertanian ekotipe ini dipengaruhi oleh kemajuan  revolusi pertanian kedua yang ditandai oleh :
a.    Pengolahan lahan pertanian sepanjang tahun yang dibantu oleh pengembangan rotasi tanaman dan penggunaan pupuk buatan.
b.    Perbaikan mutu tanaman dan ternak.
c.    Didatangkannya tanaman baru dan kecenderungan spesialisasi regional untuk tanaman-tanaman tertentu.
d.   Digunakan mesin baru.

Bentuk utama ekotipe neoteknik adalah :
a.    Specialized Horticulture, yaitu hortikultura yang dispesialisasikan, dengan bercirikan produksi hasil kebun anggur diatas lahan yang dipelihara secara permanen.
b.    Dairy farm, yaitu perusahaan susu, dengan bajak dan siklus rotasi lahan yang pendek.
c.    Mixed farming, yaitu pertanian campuran, dimana petani memelihara hewan ternak dan bercocok tanam untuk tujuan yang bersifat komersial.
d.   Crops of the topic, yaitu hasil perkebunan daerah tropis, misalnya kopi, tebu atau coklat, dll.

D.    Penyediaan Barang dan Jasa Komplementer
Bagian lain yang menguhubungkan produsen dan konsumen adalah adanya penyediaan barang dan jasa. Penyediaan barang dan jasa komplementer, dilakukan oleh :
1.         Sectional markets (pasar seksional), yaitu pasar yang terdiri dari kelompok-kelompok yang terdapat di luar pasar, tapi dalam satu jaringan pertukaran menjadi satu bagian, dan tindakan pertukaran menghubungkan bagian satu dengan bagian lain. Dalam pasar seksional, segala sesuatu yang dibawa produsen ke pasar ditentukan oleh monopoli-monopoli tradisional komunitas-komunitas dimana mereka menjadi anggotanya.
2.         Network markets (pasar jaringan), yaitu jenis pasar yang tidak tergantung kepada interaksi tradisonal antara monopoli-monopoli berdasarkan kebiasaan dalam suatu sistem regional yang tertutup. Dalam pasar jaringan, setiap orang dihubungkan dengan orang lain dalam satu jaringan.

E.     Disposisi Surplus Petani
Sistem pasar pada akhirnya mendominasi masyarakat secara keseluruhan, ia juga membuyarkan monopoli kelompok yang berada pada tingkat setempat, apakah yang terkandung dalam hubungan-hubungan patron klien ataupun dalam pengaturan yang dipertahankan dalam pasar seksional. Disini, sistem pemasaran melakukan penetrasi kedalam komunitas, dan mengubah semua hubungan menjadi hubungan kepentingan tunggal (single interest relations) individu-individu yang menjual barang.
Pasar pada akhirnya tidak saja dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial. Mekanisme pasar bebas yang berlaku dewasa ini juga ikut menyudutkan petani, karena selama ini kalangan petani produsen di Indonesia masih memiliki ketidakmampuan tawar-menawar dengan pembeli untuk memperoleh harga produknya yang wajar.Ada beberapa hal yang memposisikan kelemahan daya tawar petani terhadap pembeli produknya, antara lain umumnya disebabkan karena faktor keterbatasan sarana dan prasarana, permodalan serta akses informasi pasar.
Faktor keterbatasan ini, mengakibatkan ketergantungan terhadap rentenir, akibatnya sebanyak 40 persen dari hasil penjualan panenan menjadi milik para rentenir atau tengkulak. Keadaan ini membuat peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi menjadi jaminan akan memberikan keuntungan layak bagi petani.Kondisi ini semakin parah karena di antara petani produsen Indonesia yang sebahagian besar adalah rumah tangga miskin, luas lahan yang terbatas dan modal kerja yang minim tidak mempunyai suatu kelembagaan yang mampu mengorganisasi mereka sehingga menjadi berdaya.
Upaya yang harus dilakukan adalah menaikkan daya tawar petani produsen, karena persoalan mendasarnya adalah posisi lemah petani dalam permainan pasar, dan posisi lemah pada relasi dengan pelaku ekonomi lainnya. Kelemahan dalam pemasaran terjadi karena dominasi tengkulak dalam menentukan harga jual produk pertanian di tingkat petani. Ketergantungan pemenuhan modal kerja untuk pembelian sarana produksi dari tengkulak atau pemodal menyebabkan praktek ijon dan penentuan harga jual yang tidak bisa dielakan petani.

F.     Tipe-tipe Domain
Penyediaan barang dan jasa tidak dapat dilepaskan dari adanya hak atas tanah atau domain. Domain adalah hak milik tanah pada tingkat terakhir atau pengawasan atas penggunaan suatu daerah tertentu. Tipe-tipe domain terbagi dalam :
1.      Patrimonial (feodal), hak yang diturunkan karena warisan, sebagai anggota kelompok-kelompok kerabat atau garis keturunan.
2.    Prebendal (administratif), hak yang diberikan kepada pejabat yang megutip upeti dari petani dalam kedudukannya sebagai abdi negara.
3.    Mencantile, tanah milik pribadi digarap dan dapat diperjual belikan dan digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.    Ekotipe-ekotipe paleoteknik adalah ekotipe yang mengandalkan organisme-organisme manusia dan hewan.
2.    Pengolahan tanah dalam sistem tanam padi-padian Eurasia berkaitan dengan produksi padi-padian dan hewan ternak.
3.    Ekotipe-ekotipe neoteknik adalah ekotipe yang bergantung pada energi yang berasal dari bahan bakar dan ketrampilan-ketrampilan yang berasal dari pengetahuan.
4.    Bagian lain yang menguhubungkan produsen dan konsumen adalah adanya penyediaan barang dan jasa. Penyediaan barang dan jasa komplementer dilakukan oleh Sectional markets (pasar seksional) danNetwork markets (pasar jaringan).
5.    Disposisi surplus petani tidak saja dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial.Mekanisme pasar bebas yang berlaku  juga ikut menyudutkan petani, karena selama ini kalangan petani produsen di Indonesia masih memiliki ketidakmampuan tawar-menawar dengan pembeli untuk memperoleh harga produknya yang wajar.
6.    Disposisi surplus petani tidak saja dapat mempengaruhi dana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial. Domain adalah hak milik tanah pada tingkat terakhir atau pengawasan atas penggunaan suatu daerah tertentu. Disposisi surplus petani tidak saja dapat mempengaruhidana dan keuntungan petani, akan tetapi juga dana sewa tanahnya, dan melalui kedua dana itu mempengaruhi keseimbangan yang rapuh antar dana-dana subsistensi, penggantian, dan seremonial.






B.     Daftar Pustaka











Tidak ada komentar:

Posting Komentar