BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kompetisi merupakan bentuk interaksi antara tumbuhan baik dalam suatu
populasi yang saling memperebutkan sumber daya alam yang tersedia terbatas pada
lahan dan waktu sama yang menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan
hasil salah satu jenis tumbuhan atau lebih. Sumber daya alam yang
dikompetisikancontohnya air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh.Persaingan
tidak selalu mudah, dan dapat terjadi di kedua individu secara langsung dan
tidak langsung. Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan
sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan
tersebut dalam jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat negatif atau
menghambat pertumbuhan individu-individu yang terlibat.
Adanya lebih dari satu spesies
dalam suatu habitat menaikkan ketahanan lingkungan kapanpun dan dimanapun
spesies lain bersaing secara serius dengan spesies pertama untuk beberapa
sumber penting, hambatan pertumbuhan terjadi dalam kedua spesies. Hukum Gause
menyatakan bahwa tidak ada spesies dapat secara tak terbatas menghuni ceruk
yang sama secara serentak. Salah satu dari spesies-spesies itu akan hilang atau
setiap spesies menjadi makin bertambah efisien dalam memanfaatkan atau mengolah
bagian dari ceruk tersebut dengan demikian keduanya akan mencapai keseimbangan.
Dalam situasi terakhir, persaingan interspesifik berkurang karena setiap
spesies menghuni suatu ceruk mikro yang terpisah.
Persaingan
diantara tanaman kacang hijau dengan loncang secara tidak langsung terbawa oleh
modifikasi lingkungan. Dalam tanah, sistem-sistem pada tumbuhan, misalnya akar,
akan bersaing untuk mendapatkan air dan bahan makanan dimana ruang menjadi
faktor yang penting mengingat tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup yang
tidak dapat bergerak. Kacang hijau sendiri mempunyai bakteri
pengikat nitrogen yang peranannya terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan
dengan masalah ketersediaan hara bagi tanaman inangnya serta bersimbiosis
secara mutualisme, yaitu bakteri Rhizobium
leguminosarum. Adanya bakteri pengikat nitrogen pada tanaman kacang hijau menyebabkan
tanah disekitar tanaman terkandung nitrogen. Hal ini dapat menimbulkan adanya
kompetisi pada kedua tanaman yang berbeda jenis untuk dapat tumbuh secara
optimal.
Tujuan
·
Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kacang hijau dan tanaman loncang pada persaingan beda jenis yang
ditanam pada waktu dan tempat yang sama.
·
Mengetahui dan mempelajari begitu pentingnya faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pada persaingan beda jenis.
Manfaat/Kegunaan
·
Dapat
menanam dua jenis tanaman dalam suatu tempat yang sama dengan jarak tertentu.
·
Dapat
mencukupi ketersediaan air yang dibutuhkan bagi kedua tanaman
agar tidak mengakibatkan kompetisi yang mencolok
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Botanis tanaman kacang hijau
1.1 Klasifikasi tanaman
Kerajaan :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta (Angiospermae)
Kelas :
Magnoliopsida (Dicotiledon)
Ordo :
Fabales/Rosales
Famili :
Fabaceae/Leguminosae (Keluarga kacang-kacangan)
Sub-famili : Faboideae (Papilionaceae)
Genus : Phaseolus
Spesies : P. radiatus L.
(Gembong, 2004; Leni, 2012)
1.2 Morfologi tanaman
Susunan tubuh tanaman kacang hijau terdiri atas akar, batang, daun,
bunga, buah, dan biji (Rocky, 2013).
Tanaman
kacang hijau berakar tunggang, dengan cabang-cabang sempurna yang meluas (Soeprapto & Tatang, 1990), serta
membentuk bintil-bintil (nodula)
akar. Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan nitrogen sehingga dapat
menyuburkan tanah (Rocky, 2013).
Sistem perakaran tanaman kacang hijau dibagi menjadi dua, yaitu mempunyai
banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar (mesophytes)
dan memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah (xerophytes)
(Chasan, 2010). Kacang hijau
berbatang tegak, dengan cabang-cabang yang menyebar (Soeprapto & Tatang, 1990). Batang tanaman yang berukuran kecil
berbulu, berwarna hijau kecoklat-coklatan, atau kemerah-merahan (Rocky, 2013). Tumbuh tegak mencapai
ketinggian 30 cm – 110 cm dan bercabang menyebar ke semua arah (Soeprapto & Tatang, 1990). Daunnya
tumbuh secara majemuk, tiga helai anak daun per tangkai yang terangkai menjadi
satu. Helai daun berbentuk oval dengan ujung lancip dan berwarna hijau. Bunga
kacang hijau berkelamin sempurna (hermaphrodite), berebentuk kupu-kupu dan
berwarna kuning (Rocky, 2013).
Proses penyerbukan bunga terjadi pada
malam hari sehingga pada pagi harinya bunga akan mekar dan pada sore hari
menjadi layu (Chasan, 2010). Buahnya
termasuk buah kering, berbentuk polong, bulat, dengan panjang 6 – 15 cm. Dalam
setiap polong terdapat 6 – 16 biji yang berbentuk bulat, agak memanjang dan
umumnya berukuran kecil dibandingkan dengan biji kacang-kacangan lainnya (Soeprapto & Tatang, 1990). Polong
muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi kehitaman atau kecokelatan.
Polongnya mempunyai rambut-rambut pendek atau berbulu (Chasan, 2010). Bobot (berat) tiap butir kacang hijau berkisar antara
0,5 mg – 0,8 mg atau berat per 1000 butir antara 36 g – 78 g (Rocky, 2013). Biji
kacang hijau sering dibuat kecambah atau tauge (Chasan, 2010).
Tanaman kacang hijau dikenal dengan green gram, golden gram, mungo dan mung. Selain itu, tanaman ini memiliki
beberapa varietas-varietas atau galur-galur yang merupakan tipe tanaman dengan
keragaman yang luas (Soeprapto &
Tatang, 1990). Misalnya varietas Murai, Perkutut, Kenari, Sampeong dan
Sriti (Anonim, 2012).
1.3
Syarat tumbuh tanaman
Tanaman
kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki cuaca yang panas selama
hidupnya. Menyukai tanah lempung hingga berhumus tinggi (menyukai bahan organik
tinggi), gembur serta aerasi dan drainase yang baik (Anonim, 2012). Dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia. Selain
pada dataran rendah, tanaman ini masih dapat tumbuh baik hingga ketinggian
berkisar 500 m dpl. dengan pH sekitar pH 5,8 – pH 6,5 (Soeprapto
& Tatang, 1990).
Sedangkan pH yang optimal untuk dapat menumbuhkan tanaman kacang hijau baik
berkisar pH 6,7 (Anonim, 2012).
Tanaman
kacang hijau dapat tumbuh di daerah-daerah dengan curah hujan rendah dengan
memanfaatkan sisa-sisa kelembaban pada tanah bekas tanaman yang diairi,
contohnya tanaman padi (Soeprapto & Tatang, 1990). Curah hujan yang optimal adalah 50 – 200 mm/bln
dengan temperatur 25˚
– 27˚ C dengan kelembaban udara 50 – 80% dan cukup
mendapat sinar matahari (Anonim, 2012).
Maka dari itu tanaman kacang hijau dapat ditanam sesudah panen tanaman padi
baik di sawah maupun tanah tegalan (Soeprapto & Tatang, 1990).
B.
Botanis tanaman loncang
2.1 Klasifikasi Tanaman
Kerajaan :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta/Spermatophyta (Angiospermae)
Kelas :
Liliopsida (Monocotiledon)
Ordo :
Liliales
Sub-ordo :
Liliflorae
Famili :
Liliaceae (Keluarga bawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : A. fistulosum L.
(Rahmat, 1995;
Gembong, 2004)
2.2 Morfologi Tanaman
Struktur
tubuh tanaman loncang terdiri atas: akar, batang semu, dan daun. Di samping
itu, pada stadium reproduktif dapat menghasilkan bunga dan biji (Rahmat, 1995). Bentuk dan anatomi
loncang tidak banyak berbeda dari saudaranya, bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum L. atau Allium ascalonicum L.) dan bawang putih
(Allium sativum L.), hanya saja
loncang tidak membentuk umbi (Rismunandar,
1989). Loncang termasuk tanaman setahun atau semusim yang berbentuk rumput.
Sistem perakarannya termasuk akar serabut yang terpencar ke segala arah pada
kedalaman 15 – 30 cm (Rahmat, 1995).
Batang
semu terbentuk dan tersusun dari pelepah-pelepah daun yang saling menutupi.
Bagian batang semu yang tertimbun tanah umumnya berwarna putih bersih,
sedangkan batang semu yang terletak di permukaan tanah berwarna hijau
keputih-putihan. Sifat hidup tanaman ini merumpun,
yakni membentuk anakan-anakan yang baru (Rahmat,
1995).
Bentuk
daun dari tanaman loncang ialah berbentuk pipa dan berlilin (Rismunandar, 1989). Dibedakan menjadi
dua macam, yaitu bulat panjang di dalamnya berlubang seperti pipa, dan panjang
pipih tidak berlubang. Warna daun umumnya hijau-muda sampai hijau-tua. Panjang
daun sangat bervariasi antara 18 – 30 cm atau lebih, tergantung varietas dan
kesuburan pertumbuhannya (Rahmat, 1995).
Tangkai
bunga muncul dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30 – 90
cm. Secara keseluruhan, bentuk bunga loncang seperti payung (umbrella). Bunga loncang dapat menyerbuk
sendiri ataupun silang dengan bantuan serangga lalat-hijau ataupun dengan
bantuan manusia, sehingga menghasilkan buah dan biji. Biji loncang nampaknya
kecil, pipih, serta berwarna hitam. Biji ini dapat dipergunakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman secara generatif (Rahmat,
1995). Walaupun dapat dengan mudah berbunga dan menghasilkan biji, tidak
ada seorangpun petani-pun yang memikirkan untuk menanam loncang melalui biji.
Memperbanyak loncang dengan cara mengoyak anak-anak tanamannya (Rismunandar, 1989).
Sebagian
marga dari jenis Allium terutama
loncang, tidak memiliki akar tunggang. Perakarannya berbentuk serabut yang
tidak panjang, dan tidak dalam berada di bawah tanah. Oleh karena sifat inilah,
marga Allium tidak tahan terhadap
kekurangan air, sedangkan kebutuhan terhadap air untuk pertumbuhannya
(membentuk umbi) cukup banyak. Umbi yang terlihat ialah semu, hanya
pembengkakan batang pada bagian bawah tanaman. Loncang tidak mengenal musim
hujan dan musim kering. Asal ada air, ia mau tumbuh terus. Umurnya dapat
panjang, namun petani loncang senantiasa memperpendek umurnya (Rismunandar, 1989)
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman
Tanaman
loncang menghendaki tanah yang cerul dan banyak humus. Banyak membutuhkan air,
akan tetapi tidak menyukai air yang menggenang. Membutuhkan lahan yang cerah
dengan pH yang berkisar antara pH 5 – pH 7 (Rismunandar, 1989).
Loncang dapat tumbuh di dataran rendah
maupun tinggi. Dataran rendah yang terlalu dekat pantai bukanlah lokasi yang
tepat karena pertumbuhan loncang yang optimal berada pada ketinggian sekitar
250 – 1.500 m dpl. Di
daerah dataran rendah produksi anakan kurang produktif. Curah hujan yang tepat
berkisar 1.500 – 2.000
mm/tahun. Daerah tersebut sebaiknya juga memiliki suhu udara harian 18°– 25°C. Tanah dengan
pH netral (sekitar pH 6,5 – pH 7,5)
cocok untuk budi daya loncang. Bila tanah bersifat asam lakukan pengapuran pada
saat pengolahan tanah. Jenis tanah yang cocok ialah tanah andosol (tanah bekas
lahan gunung berapi) dan tanah lempung yang mengandung pasir (Rahmat, 1995).
C.
Pertumbuhan Tanaman
3.1
Definisi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dalam arti terbatas, menunjuk pada perambahan
ukuran yang tidak dapat balik, mencerminkan bertambahnya protoplasma, yang
mencerminkan pertambahan protoplasma. Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh
pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat balik. (Harjadi & Sri, 1979)
Pertumbuhan tanaman dalam arti umum adalah proses perubahan
biologis yang terjadi pada makhluk hidup yang meliputi perubahan ukuran berupa
pertambahan tinggi, besar dan berat. Pertumbuhan bersifat kwantitatif, artinya
dapat diukur dan dilihat langsung. Alat yang digunakan untuk mengukur
pertumbuhan pada tanaman disebut auksanometer
(busur tumbuh). Pertumbuhan juga bersifat irreversibel,
artinya tidak berubah kembali ke asal, karena makhluk hidup yang sudah
mengalami pertumbuhan tidak akan mengecil kembali (Ewintri, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan pada
tumbuhan diawali dari proses perkecambahan (semai muda). Pertumbuhan pada
tanaman dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.
Pertumbuhan Primer
Yaitu pertumbuhan yang terjadi sebagai akibat pembelahan sel-sel
penyusun jaringan meristem (jaringan yang sel-sel penyusunnya selalu aktif
membelah), terjadi pada ujung akar dan ujung batang, pertumbuhan primer
menyebabkan pertumbuhan akar dan batang memanjang, jaringan meristem yang
tumbuh memanjang disebut meristem apikel, kecepatan pertumbuhan akar tidak
sama. Bagian akar yang paling cepat tumbuh adalah pada bagian tepat dibelakang
titik tumbuh yang terdapat di ujung akar. Makin jauh dari ujung akar,
pertumbuhannya makin lambat.
2.
Pertumbuhan Sekunder
Pertumbuhan yang terjadi sebagai akibat aktifitas titik tumbuh sekunder,
yaitu kambium. Jadi pertumbuhan sekunder hanya terjadi pada tumbuhan yang
memiliki kambium, misalnya pohon yang tergolong tumbuhan dikotil (mangga, rambutan dsb). Selain itu,
pertumbuhan sekunder menyebabkan akar dan batang membesar, jaringan meristem
yang tumbuh membesar disebut meristem lateral, serta kecepatan pertumbuhan
sekunder pada akar dan batang lebih cepat pada musim hujan dari pada musim
kemarau. Perbedaan kecepatan pertumbuhan ini dapat dilihat pada lingkaran
tahun. (Ewintri, 2012)
3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup merupakan hasil interaksi
antara faktor dari dalam tubuh makhluk itu sendiri (internal) dan faktor yang
berasal dari luar tubuh (eksternal). (Ewintri,
2012)
Faktor
internal meliputi:
·
Genetik, atau faktor pembawa sifat menurun
yang terdapat di dalam setiap sel makhluk hidup.
·
Hormon, atau disebut zat
tumbuh, senyawa organik (zat kimia) yang terdapat pada makhluk hidup yang
mempengaruhi reproduksi, metabolisme serta pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor eksternal meliputi:
·
Air, air
sangat berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Ketersediaan air dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal tanah maupun
eksternal seperti iklim. Dalam tanah keberadaan air sangat diperlukan oleh
tanaman yang harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan untuk evapotranspirasi
dan sebagai pelarut, bersama-sama dengan hara terlarut membentuk larutan tanah
yang akan diserap oleh akar tanaman. Tanaman mendapatkan air dari tanah dan
sedikit saja yang berasal dari udara, misalnya embun dan kabut. Dalam tanah,
tidak semua air tersedia bagi tanaman. Air yang tertinggal dalam tanah, yang
tidak tersedia bagi tanaman dikenal sebagai air higroskopis.
·
Tanah, merupakan sumber utama zat hara
untuk tanaman dan tempat sejumlah perubahan penting dalam siklus pangan.
Susunan anorganik dalam tanah yang dibentuk dari pelapukan padas, pelapukan
bahan organik dan pengkristalan mineral-mineral.(Dista, 2014)
·
Nutrisi, pada tumbuhan nutrisi yang
diperlukan berupa air dan zat-zat hara yang terlarut didalamnya yang dirubah
melalui proses fotosintesis menjadi zat-zat makanan.
·
Lingkungan, faktor lingkungan yang berperan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah suhu udara, cahaya, dan
kelembaban.(Ewintri, 2012).
D.
Persaingan Beda Jenis (Interspesifik)
4.1
Definisi Persaingan Beda Jenis
Persaingan merupakan interaksi antara organisme atau spesies, di mana
kebugaran satu diturunkan oleh kehadiran yang lain. Persaingan tidak selalu
mudah, dan dapat terjadi di kedua secara langsung dan tidak langsung.
Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan
yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam
jumlah yang cukup. Persaingan ini akan berakibat negatif atau menghambat
pertumbuhan individu-individu yang terlibat. (Wurttemberg, 1994)
Persaingan dapat terjadi diantara sesama jenis atau antar spesies yang
sama (intraspesific competition atau sering dikenal dengan istilah monospesies), dan dapat pula terjadi
diantara jenis-jenis yang berbeda (interspesific competition atau heterospesies). Persaingan sesama jenis
pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang lebih buruk
dibandingkan persaingan yang terjadi antar jenis yang berbeda. (Campbell, 2002)
Persaingan yang dilakukan organisme-organisme dapat memperebutkan
kebutuhan ruang (tempat), makanan, unsur hara, air, sinar, udara, agen penyerbukan,
agen dispersal, atau faktor-faktor ekologi lainnya sebagai sumber daya yang
dibutuhkan oleh tiap-tiap organisme untuk hidup dan pertumbuhannya. (Indriyanto, 2006)
Organisme
mungkin bersaing jika masing-masing berusaha untuk mencapai sumber yang paling
baik di sepanjang gradien kualitas atau apabila dua individu mencoba menempati
tempat yang sama secara simultan. Sumber yang dipersaingkan oleh individu
adalah untuk hidup dan bereproduksi, contohnya makanan, oksigen, dan cahaya. (Naughton, 1998)
Adanya
lebih dari satu spesies dalam suatu habitat menaikkan ketahanan lingkungan
kapan pun spesies lain bersaing secara serius dengan spesies pertama untuk
beberapa sumber penting, hambatan pertumbuhan terjadi dalam kedua spesies.
Hukum Gause menyatakan bahwa tidak ada spesies dapat secara tak terbatas
menghuni tempat yang sama secara serentak. Salah satu dari spesies-spesies itu
akan hilang atau setiap spesies menjadi makin bertambah efisien dalam
memanfaatkan atau mengolah bagian dari lahan tersebut, dengan demikian keduanya
akan mencapai keseimbangan. Dalam situasi terakhir, persaingan interspesifik berkurang karena setiap
spesies menghuni suatu lahan mikro yang terpisah. (Michael, 1994)
Persaingan
diantara tumbuhan secara tidak langsung terbawa oleh modifikasi lingkungan. Di
dalam tanah, sistem-sistem akan bersaing untuk mendapatkan air dan bahan
makanan, dan karena mereka tak bergerak, ruang menjadi faktor yang penting. Di
atas tanah, tumbuhan yang lebih tinggi mengurangi jumlah sinar yang mencapai
tumbuhan yang lebih rendah dan memodifikasi suhu, kelembapan serta aliran udara
pada permukaan tanah (Michael, 1994).
4.2
Kompetisi Faktor Pertumbuhan
4.2.1
Kompetisi
Unsur Hara dan Air
Apabila dua atau lebih tanaman ditanam
dengan jarak yang cukup dekat dan ketersediaan unsur hara dan air terbatas,
maka kompetisi akan faktor tersebut akan terjadi. Karaena kebutuhan tanaman
akan jenis unsur hara dan air dapat berbeda diantara jenis tanaman,maka
intensitas kompetisi dapat berbeda diantara jenis faktor tersebut untuk suatu
kombinasi jenis tanaman. Perbedaan intensitas kompetisi untuk suatu jenis
faktor ini juga dapat terjadi diantara umur tanaman karena tingkat kebutuhan
yang berbeda dengan waktu sesuai dengan peerkembangan tanaman. Hal ini telah
digunakan sebagai suatu dasar untuk memilih kombinasi spesies tanaman dalam
budidaya sistem tumpangsari. Organ yang terlibat langsung dalam kompetisi unsur
hara dan air terutama adalah akar, sehingga gaya kompetitif tanaman akan
ditentukan sifat akar, dalam penyerapan unsur hara dan air.
4.2.2
Kompetisi
Cahaya
Kompetisi untuk cahaya berbeda prosesnya dengan kompetisi
untuk unsur hara dan air yang sifatnya aktif. Tanaman menerima cahaya yang
datang apa adanya . Sehingga, kompetisi cahaya dalam waktu singkat lebih banyak
bersifat pasif dimana suatu tanaman tidak melancarkan gaya untuk mendapatkan
cahaya yang banyak. Fenomena kompetisi cahaya yang umum terjadi adalah bahwa
suatu tanaman menaungi tanaman lain, atau suatu daun menaungi daun lain pada
tanaman yang sama.Keadaan demikian terjadi hampir pada semua pertanaman atau
tanaman, dan alfa hanya pada awal pertumbuhan atau pada kondisi pertumbuhan
yang terhambat karena faktor pembatas lain seperti air dan unsur hara.
(Bambang Guritno, 1995)
4.2.3
Pengaruh
Kompetisi
Bentuk interaksi tanaman yang umum
terjadi dalam sistem tumpangsari dapat dibagi kedalam tiga tipe.
Pertama adalah kompetisi yang
mengakibatkan hasil dari masing-masing spesies tanaman dalam tumpangsari lebih
rendah dari hasil yang diharapkan. Ini berarti bahwa tanaman mengalami proses
saling menghambat.
Kedua adalah kompetisi yang mengakibatkan
hasil sesungguhnya dari masing-masing spesies tanaman lebih besar dari hasil
yang diharapkan. Dalam keadaan demikian, tanaman tentu mengalami proses saling
mengisi atau saling kerjasama, suatu fenomena yang bukan tidak mungkin terjadi.
Ketiga yang paling umum terjadi, adalah
kompetisi yang mengakibatkan hasil sesungguhnya lebih rendah dari hasil yang
diharapkan untuk suatu spesies, dan sebaliknya lebih tinggi dari hasil yang
diharapkan untuk spesies lain yang dikenal dengan peristiwa kompensasi.
Peristiwa terakhir ini tentu adalah akibat kemampuan kompetisi yang berbeda
diantara kedua spesies. Tanaman dengan kemampuan kompetitif yang tinggi dan
rendah dikenal dengan beberapa nama seperti “dominant vs recessive” dan
“aggressife vs suppressive”. (Bambang Guritno, 1995)
4.3 Biomassa Tanaman
Pengertian biomassa dapat dilacak dari
arti asal katanya (bio dan massa), se-hingga biomassa tanaman adalah massa
bagian hidup tanaman. Massa (mass) me-ngandung pengertian yang sama dengan yang
terdapat dalam fisika yaitu suatu para-meter kepadatan dari suatu benda atau
zat yang memberikan ukuran percepatannya bila suatu gaya diberikan. Dengan
demikian biomassa tanaman adalah bahan hidup yang dihasilkan tanaman yang bebas
dari pengaruh gravitasi, sehingga bersifat kon-stan, tidak seperti berat yang
tergantung pada tempat penimbangan yang berhubungan dengan gaya gravitasi.
Bobot sering juga digunakan untuk menyatakan berat dalam hal berat tanaman. Ini
didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) ta-naman relatif mudah
diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman
sebelumnya. Sehingga parameter ini barangkali sebagai indika-tor pertumbuhan
yang paling representatif apabila tujuan utama adalah untuk menda-patkan
penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau suatu organ tertentu.
Pengukuran biomassa tanaman dapat
dilakukan melalui penimbangan bahan tanaman yang sudah dikeringkan, tetapi data
biasanya disajikan dalam satuan berat yang akan proporsional dengan biomassa
apabila tempat yang sama digunakan selama penimbangan.
Prinsip pengeringan adalah bahwa
aktivitas metabolisme harus segera dihen-tikan yang berarti bahwa suhu maksimum
pengeringan harus dicapai dalam jangka waktu yang singkat merata pada semua
bagian bahan. Ini dapat dicapai hanya dengan pengeringan bahan yang sejenis
seperti bagian daun, bagian batang, dan akar, akan dapat mengatasi sebagian
masalah pengeringan disamping adanya keuntungan akan tambahan informasi. Tempat
bahan dalam pengeringan juga perlu dipilih dari jenis yang tidak mudah
terbakar. Kantong kertas yang tebal seperti yang dibuat dari kertas semen
biasanya cukup baik untuk tempat pengeringan. (Bambang Guritno, 1995)
BAB III
METODE
PERCOBAAN
A.
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Fakultas Pertanian Universitas Tidar yang dimulai dari tanggal 22
September 2014 sampai dengan 1 Desember 2014. Percobaan
ini dilakukan pada pukul 13.30 sampai 15.00 WIB.
B. Bahan
dan Alat Percobaan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya yaitu bibit tanaman loncang dan
kacang hijau, polibag, tanah, air, bambu ajir dan label. Sedangkan alat yang
digunakan dalam percobaan ini adalah ember, cetok, penggaris, alat tulis,
staples dan spidol.
C. Metode Percobaan
Metode percobaan praktikum
ini dilakukan dengan tiga perlakuan.
-
Perlakuan Pertama (3.1), yaitu polibag ditanami dengan satu bibit
loncang dan satu bibit kacang hijau.
-
Perlakuan Kedua (3.2), yaitu polibag ditanami dengan dua bibit
loncang dan dua bibit kacang hijau.
-
Perlakuan Ketiga (3.3), yaitu polibag ditanami dengan tiga bibit
loncang dan tiga bibit kacang hijau.
-
Pengambilan data berupa hasil pengukuran tinggi tanaman dan jumlah
daun yang dilakukan setiap minggu, pada hari Senin, dari minggu pertama hingga
minggu kesembilan. Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan metode
statistik. Rata-rata hasil pengamatan selanjutnya akan dibuat grafik dan
histogram.
D. Tahapan Percobaan
a) Persiapan Media Tanam
Tahap persiapan media tanam dilakukan
pada tempat terbuka yang sedikit ternaungi, di wilayah sekitar Laboratorium
Rumah Kaca Universitas Tidar. Tahapan pertama adalah tanah dimasukkan kedalam
11 polibag yang telah disediakan, kurang lebih tiga perempat dari polibag,
kemudian polibag-polibag tersebut diberi kode dengan label, masing-masing
polibag diberikan kode 3.1.1; 3.1.2; 3.1.3; 3.2.1; 3.2.2; 3.2.3; 3.3.1; 3.3.2;
dan 3.3.3. Terdapat dua polibag yang tidak diberi kode sebagai cadangan.
Setelah semua polibag terisi tanah dan diberi kode maka selanjutnya tanah dalam
polibag tersebut di-siram dengan air kran dan didiamkan selama seminggu agar
suhu pada tanah polibag stabil dan mudah untuk ditanami.
b) Penanaman
Setelah tanah polibag yang didiamkan
selama seminggu, biji-biji yang akan ditanam dipilih terlebih dahulu. biji yang
baik untuk ditanam yaitu biji yang tidak retak atau tidak cacat. Kemudian biji
yang sudah dipilih direndam air 10 menit. Biji yang tenggelam baik untuk
ditanam.Begitu pula dengan loncang. Bibit loncang yang akan ditanam dipilih
terlebih dahulu dengan ukuran tubuh yang sama. Setelah itu biji dan bibit
ditanam di dalam polibag berisi tanah yang telah dipersiapkan, tiga polibag
pertama di tanam satu biji kacang hijau dan bibit loncang, tiga polibag kedua
di tanam dua biji kacang hijau dan bibit loncang, tiga polibag ketiga di tanam
tiga biji kacang hijau dan bibit loncang, untuk cadangan ditanami sisa-sisa
biji kacang hijau dan bibit loncang. Selanjutnya polibag-polibag tersebut
disiram dengan air kran.
c) Tahap Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan yang
dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan pengajiran,
diantaranya:
·
Penyiraman
Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari,
terutama ketika tanah terlihat mengering dengan menggunakan air kran. Banyaknya
air yang digunakan untuk menyiram disesuaikan dengan kondisi tanah dan
kebutuhan tanaman di jaga agar tanah selalu lembab. Penyiraman tidak dilakukan
ketika hujan mengguyur tanaman karena tanah yang terlalu lembab mengakibatkan
bibit mudah terserang jamur dan membusuk.
·
Penyiangan
Pada proses ini penyiangan dilakukan pada
tanaman percobaan ketika muncul gulma yang tidak dikehendaki disekitar tanaman
percobaan. Gulma-gulma yang tumbuh dicabut sejak kecil agar zat hara yang
terdapat pada polibag tidak diserap oleh gulma. Gulma yang tumbuh pada polibag
teridentifikasi, termasuk dalam keluarga Gramineae/Poaceae
(keluarga rumput -rumputan).
·
Pengendalian
Hama
Pengendalian hama dilakukan dengan cara
mengambil secara manual hama yang menyerang tanaman percobaan ataupun dengan
obat kimia. Pada perlakuan ini, tanaman percobaan telah disemprot dengan obat
anti hama. Akan tetapi pada proses pemanenan, ditemukan adanya hama menyerang
akar tanaman berupa kumbang.
·
Pengajiran
Pada perlakuan ini, tanaman kacang hijau
dan loncang diberi ajir supaya tidak roboh.
E.
Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan
dilakukan pada tanaman kacang hijau dan loncang
yang berkode yang ada pada setiap perlakuan. Parameter yang diambil adalah
sebagai berikut:q
1.
Tinggi
Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman loncang
dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal tanaman sampai pada
puncak tertinggi tanaman,sedangkan pada kacang hijau diukur sampai titik
tumbuh. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap seminggu sekali, dari minggu
pertama hingga minggu kesembilan.
3. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun diketahui dengan cara
menghitung daun yang terbentuk pada setiap tanaman. Perhitungan jumlah daun
dilakukan setiap seminggu sekali, dari minggu pertama sampai minggu kesembilan,
perhitungan jumlah daun ini bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman.
4. Panjang akar terpanjang (cm)
Pengukuran panjang akar terpanjang
dilakukan setelah tanaman dipanen dan akar dibersihkan dari tanah yang
menempel. Panjang akar terpanjang diketahui dengan mengukur panjang akar mulai
dari leher akar hingga akar yang terpanjang.
5. Berat basah akar (g)
Penimbangan akar dilakukan pada saat akar
masih segar yaitu setelah tanaman dipanen. Akar yang telah dipisahkan dari
tanaman bagian atas di-bersihkan dari tanah yang menempel. Akar yang sudah
dibersihkan kemudian ditimbang dengan timbangan digital.
6. Berat Kering Akar (g)
Akar yang telah diketahui berat basahnya dimasukkan
kedalam kantong koran, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu
60°C-80°C sampai tanaman kering (2x24 jam). Akar yang telah kering kemudian
ditimbang dengan timbangan digital pula.
7. Berat Basah Bagian Atas / Berat Basah
Brangkasan Atas (g)
Penimbangan bagian atas tanaman (batang,
daun, bunga, buah muda) dilakukan pada saat tanaman bagian atas masih segar
yaitu setelah tanaman dipanen. Tanaman bagian atas yang telah dipisahkan dari
akarnya kemudian ditimbang dengan timbangan digital.
8. Berat Kering Tanaman Bagian Atas / Berat Basah
Brangkasan Atas (g)
Tanaman bagian atas yang telah diketahui
berat basahnya kemudian di-masukkan kedalam kantung koran, kemudian dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 60°C-80°C sampai tanaman kering (2x24 jam), sampai
diperoleh berat konstan. Tanaman bagian
atas yang telah kering kemudian ditimbang dengan timbangan digital.
9. Pengamatan visual
Pengamatan visual ini dilakukan pada saat
pemanenan atau setelah pemanenan. Pengamatan visual ini meliputi tinggi
tanaman, warna daun, kekekaran batang, ada tidaknya bunga dan buah serta
distribusi akar. Kegiatan ini dilakukan pada semua tanaman yang berkode.
F.
Tahapan Pemanenan
1.
Waktu dan Tempat Pemanenan
Pemanenan dilakukan di Laboratorium Rumah Kaca
Universitas Tidar pada hari Senin tanggal 1 Desember 2014, kemudian diukur dan ditimbang di
Laboratorium Tanah Universitas Tidar.
2.
Bahan dan Alat
Bahan yang
disiapkan untuk pemanenan yaitu alat tulis, kantung koran untuk wadah sebelum
dimasukkan kedalam oven dan label sebagai penanda. Sedangkan alat yang
digunakan adalah ember, cutter, penggaris/metline, timbangan digital, oven dan spidol untuk penanda.
3.
Tahapan Pemanenan:
1. Menyiram media tanam secukupnya
2. Mengamati secara visual, diantaranya warna daun, warna batang, lebar / tipisnya daun, kekekaran batang, ada
tidaknya bunga, buah, hama / penyakit, kemudian dicatat.
3. Mengukur tinggi tanaman dan menghitung jumlah daun, sebagai data mingguan terakhir sebelum dipanen.
4. Menyobek polybag perlahan-lahan lalu memisahkan
media dari akar tanaman.
5. Mencuci akar sampai tidak ada
tanah yang menempel, lalu ditiriskan.
6. Mengukur panjang akar
terpanjangnya.
7. Memisahkan akar dari bagian atas
tanaman dengan cara memotong pada batas leher akar.
8. Menimbang masing-masing bagian atas tanaman dan akar untuk mendapatkan
data berat basah brangkasan bagian
atas dan berat basah akar, dengan menggunakan
timbangan digital.
9. Memasukkan masing-masing bagian-bagian dalam kantung koran, lalu memberikan tanda
dengan spidol. Setelah itu masukkan dalam oven.
10. Setelah
dioven, menimbang berat keringnya dengan menggunakan timbangan digital.
11. Menyiapkan tabel parameter, meliputi tinggi tanaman per minggu
(dibuat grafik), jumlah
daun per minggu (dibuat grafik), panjang
akar terpanjang (dibuat histogram), berat
basah dan berat kering brangkasan bagian atas (dibuat histogram), berat basah dan berat kering
akar (dibuat histogram), serta pengamatan
visual.
12. Tanah
hasil praktikum yang sudah dibongkar dibuang pada tempat yang telah disediakan
agar tidak mengotori laboratorium.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data yang menunjukkan tinggi tanaman,jumlah
daun,panjang akar terpanjang,berat basah akar,berat kering akar,berat basah
tanaman bagian atas dan berat kering tanaman bagian atas pada setiap perlakuan.
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan metode statistik, yang kemudian
dibuat dalam bentuk grafik dan histogram. Data yang tersaji dalam bentuk grafik
dan histogram adalah data rata-rata tanaman perparameter setiap perlakuan.
4.1
Tinggi Tanaman Pada Kacang Hijau dan Loncang
Pada percobaan persaingan beda jenis
antara kacang hijau dan loncang , tinggi tanaman loncang dominan pada semua
perlakuan yang terjadi. Kompetisi yang terjadi antara kacang
hijau dan loncang, dimenangkan oleh tanaman loncang. Duduk daun tanaman loncang
lebih tinggi dibandingkan dengan duduk daun tanaman kacang hijau,hal tersebut
mendukung proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman, optimalnya daun dalam menangkap radiasi matahari menyebabkan pengaruh pertumbuhan secara optimal pada tanaman loncang sehingga pertumbuhan
tanaman loncang lebih dominan
dibanding kacang hijau. Tanaman kacang hijau yang duduk daunnya lebih
rendah membuat kompetisi memperebutkan cahaya dengan loncang yang
tidak mampu bersaing sehingga tinggi tanaman kacang hijau lebih pendek dari
tanaman loncang , sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman kacang hijau
mengalami kekalahan bersaing.
Pada
perlakuan satu,
tinggi tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan dan dalam perlakuan ini
tinggi tanaman loncang paling tinggi dari pada yang lain,daun berwarna hijau
paling baik dari pada perlakuan lainya,diameter daun juga paling gemuk dari
pada perlakuan lain,hal tersebut terjadi
karena jumlah
tanaman yang ditanam lebih sedikit, sehingga persaingan memperebutkan unsur
hara, radiasi surya dan mineral lebih sedikit dibanding perlakuan dua dan tiga,
hal tersebut mengakibatkan fotosintesis
dapat berjalan lebih optimal dibanding perlakuan dua dan tiga,
pertumbuhan kedua tanaman lebih tinggi
dibanding perlakuan dua dan tiga. Meskipun tanaman kacang hijau pada percobaan
satu tingginya lebih rendah dari percobaan dua dan tiga namun tanaman ini
mempunyai warna daun yang lebih hijau
daripada warna daun yang lain, hal ini menunjukkan persaingan memperebutkan unsur hara, radiasi
surya, dan mineral lebih sedikit dibanding perlakuan dua dan tiga, menyebabkan
fotosintesis dapat berjalan lebih
optimal dibanding perlakuan dua dan tiga.
Pada perlakuan dua, tanaman loncang lebih tinggi daripada tanaman perlakuan tiga dan pada tanaman kacang hijau tanamannya lebih tinggi
daripada percobaan satu kerena jumlah
populasi tanaman yang lebih sedikit
menyebabkan persaingan memperebutkan
unsur hara,air,cahaya lebih sedikit, karena tumbuhan masih mempunyai kemampuan
untuk fotosintesis lebih tinggi, sehingga tanaman kacang hijau tidak perlu mencari cahaya dengan meninggikan
tubuhnya menuju arah sinar matahari, akan tetapi warna daun tidak hijau seperti
pada perlakuan satu.
Pada perlakuan tiga,
tinggi tanaman kacang hijau lebih tinggi daripada percobaan satu dan dua karena didalam percobaan tersebut
tanaman kekurangan cahaya sehingga tanaman tersebut mencari
cahaya dengan meninggikan tubuhnya menuju arah sinar matahari, akan tetapi
warna daun tidak hijau seperti pada perlakuan satu hal itu juga dikarenakan
kekurangan cahaya matahari. Tinggi
loncang lebih rendah dibanding pada perlakuan satu dan dua, karena pada
perlakuan tiga jumlah tanaman semakin
banyak dengan luas media tanam yang sama, mengakibatkan jarak tanaman yang
rapat dengan ketersedian unsur hara yang terbatas mengakibatkan kompetisi yang besar dan menghambat pertumbuhan tanaman kacang hijau dan loncang.
4.2
Jumlah Daun Kacang Hijau dan Loncang
Bertambahnya jumlah daun merupakan
indikasi bahwa tanaman tumbuh dan berkembang.Dalam jumlah
daun tanaman loncang lebih mendominasi
dibanding tanaman kacang hijau , karena faktor fotosintesis pada tanaman loncang lebih optimal dabanding
kacang hijau , sehingga tanaman loncang memiliki jumlah daun yang lebih
banyak dibanding kacang hijau ,tanaman
kacang hijau memiliki kekekaran yang kurang disebabkan proses fotosintesis yang tidak optimal,
kekekaran daun rendah sehingga daun
mudah mengalami kerontokan dan gugur
karena tua dengan sendirinya.
Perbedaan jumlah daun menunjukkan pada ketiga perlakuan tersebut terjadi
persaingan terhadap tanaman yang lainnya. Dengan adanya perbedaan pengaruh
faktor pertumbuhan nutrisi dari faktor abiotik yang diterima berbeda-beda dan
adanya persaingan antar tanaman pada satu media tanam.Ini berarti kebutuhan faktor pertumbuhan tanaman kurang
terpenuhi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
4.3
Panjang Akar pada Kacang Hijau dan
Loncang
Dalam perlakuan satu dua dan tiga terjadi
kompetisi, semakin banyak tanaman yang ditanam dalam media tanam tersebut maka
kompetisi semakin besar, karena jaraknya semakin dekat dan ketersediaan unsur hara dan air terbatas.
Pada tanaman yang tumbuh dalam keadaan
kurang air membentuk akar lebih banyak
dengan hasil yang lebih rendah dari
tanaman yang tumbuh dalam keadaan cukup
air.
Akar bertambah panjang karena berusaha mencari unsur hara dan mineral
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Akar akan tumbuh memanjang guna berusaha mencari
nutrisi yang dibutuhkan tersebut tetapi pertambahan panjang akar ini hanya
sebatas kemampuan masing-masing tanaman. Hal ini disebabkan karena untuk
bertambah panjang akar memerlukan energi yang cukup.
4.4
Berat
Basah dan Berat Kering Brangkasan Bagian
Atas pada Tanaman Kacang Hijau dan Loncang
Tanaman bagian atas pada perlakuan
pertama pada loncang memiliki BB dan BK teringgi dari perlakuan lain. Data
tersebut menunjukkan bahwa faktor kompetisi sangat berpengaruh dalam tanaman.
Pada perlakuan satu nutrisi terpenuhi
dengan cukup maka tanaman dapat tumbuh secara maksimal. Berat basah yang besar
menunjukkan tanaman tumbuh secara optimal. Warna daun yang hijau segar
menunjukkan proses fotosintesis yang berjalan dengan baik.
Berat basah dan berat kering tanaman bagian atas paling tinggi
yaitu perlakuan satu, dua kemudian tiga.Hal ini menunjukkan adanya
faktor kompetisi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.Semakin banyak tanaman
yang ditanam disuatu polibag maka semakin tinggi pula kompetisi untuk memperebutkan
nutrisi. Semakin sedikit nutrisi yang
didapatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya maka tanaman tidak dapat tumbuh
secara optimal.
4.5
Berat
Basah dan Berat Kering Akar Kacang Hijau dan Loncang
Organ yang terlibat langsung dalam kompetisi
unsur hara dan air terutama pada akar, sehingga gaya kompetitif tanaman akan
ditentukan sifat akar, dalam penyerapan unsur hara dan air. Berat basah dan berat kering akar
menunjukkan faktor kompetisi berpengaruh
pada pertumbuhan tanaman dan perkembangan akar. Terpenuhinya nutrisi mendukung
pembentukan cabang akar baru sehingga cabang akarnya semakin banyak. Sistem
perakaran pada perlakuan pertama mengakibatkan tanaman dapat tumbuh optimum dan
kokoh.
BAB V
KESIMPULAN
Terjadi kompetisi antar tanaman untuk
memperebutkan kebutuhan ruang (tempat), makanan, unsur hara, air, sinar, udara
dan faktor-faktor ekologi lainnya
sebagai sumber daya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap tumbuhan untuk hidup dan
pertumbuhannya.
Kompetisi
yang terjadi antara kacang hijau dan loncang, dimenangkan oleh tanaman loncang,
karena duduk daun tanaman loncang lebih tinggi dibandingkan dengan duduk daun
tanaman kacang hijau,hal tersebut mendukung proses fotosintesis yang terjadi
pada tanaman, optimalnya daun dalam
menangkap radiasi matahari menyebabkan
pengaruh pertumbuhan secara optimal pada
tanaman loncang sehingga pertumbuhan tanaman loncang
lebih dominan dibanding kacang
hijau.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anonim.
2012. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian: Sulawesi Selatan (http://sulsel.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=143:budidaya-kacang-hijau&catid=48:panduanpetunjuk-teknis-leaflet&Itemid=232)
Diunduh tanggal 9 Oktober 2014
·
Bisri,
Chasan. 2010. Kacang
Hijau. (http://chasanbisri.wordpress.com/2010/10/21/kacang-hijau/)
Diunduh tanggal 10 Oktober 2014
·
Campbell,
Neil A. 2002. Biology
Jilid II. Erlangga: Jakarta
·
Indriyanto.
2006. Ekologi Hutan. Bumi
Aksada: Jakarta
·
Michael.
1994. Metode Ekologi Untuk
Penyelidikan Lapangan Dan Laboratorium. UI Press: Jakarta
·
Naughton.
1998. Ekologi Umum (Edisi II).
UGM Press: Yogyakarta
·
Nurainal,
Leni. 2012. Taksonomi
Kacang Hijau. (http://leniblogs.blogspot.com/2012/12/taksonomi-kacang-hijau.html)Diunduh tanggal 10 Oktober 2014
·
Paulus,
Rocky. 2013. Morfologi
Dan Fungsi Tanaman Kacang. (http://rockypaulus.blogspot.com/2013/10/morfologi-dan-fungsi-tanaman-kacang.html)
Diunduh tanggal 10 Oktober 2014
·
Rismunandar.
1989. Membudidayakan 5 Jenis Bawang.
Sinar Baru: Bandung
·
Rukmana, Rahmat.
1995. Bawang Daun. Kanisius:
Yogyakarta
·
Setiana,
Iis.
2012. Persaingan Antar Tanaman Berbeda
Jenis. (http://mahasiswa49.blogspot.com/2012/11/landasan-teori-persaingan-merupakan.html)Diunduh tanggal 10 Oktober 2014
·
Suprapto
H.S. & Tatang Sutarman. 1990. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya: Jakarta
·
Tjitrosoepomo, Gembong.
2004. Taksonomi Tumbuhan.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
·
Wurttemberg,
H.B.
1994. Biology I. Cornelson
Dpuck: Berlin
·
Bambang Guritno,
Sitompul. 1995. Analisi Pertumbuhan
Tanaman. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar